Buat orang tua yang punya anak usia dini, di masa pandemik ini bisa jadi merasa lebih repot dari sebelumnya karena sekolah mulai diliburkan sejak Maret 2020 lalu, termasuk sekolah PAUD. Tempat penitipan anak pun tutup. Otomatis tidak hanya orang tua yang stay at home, anak-anak pun demikian.

Bagi orang tua yang memiliki anak usia SD hingga kuliah mungkin tidak terlalu merasa khawatir dengan liburnya sekolah karena pihak sekolah menyelenggarakan pembelajaran online. Berbeda dengan sekolah PAUD, instansi ini tidak menyelenggarakan kelas online untuk anak didiknya. Orang tua tentu menjadi sibuk memikirkan berbagai aktivitas di rumah, apalagi kalau pengasuh anak atau asisten rumah tangga tidak ada atau sedang diliburkan untuk mengurangi pengeluaran di masa pandemi ini.

Secara khusus bagi orang tua yang merupakan pekerja penuh waktu dan memiliki anak yang biasanya bersekolah di PAUD, baik itu yang sekolah half day atau full day, tentunya kesibukan orang tuatersebut membuat merekatidak punya banyak waktu untuk mempelajari atau mengetahui program atau kurikulum sekolah anak secara lengkap. Sebab setelah pulang kerja orang tua mungkin lebih memilih menggunakan waktu untuk bermain bersama dengan anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Khusus bagi orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk), bisa jadi akan bertambah bingung karena kurang paham bagaimana menerapkannya di rumah.

Sekadar menyegarkan ingatan orang tua, konsep Multiple Intelligences (MI) ini dipopulerkan oleh Howard Gardner pada tahun 90-an dan kemudian mematahkan pandangan lama mengenai kecerdasan. Di masa lalu, umumnya anak yang dianggap cerdas adalah anak yang pintar matematika dan ilmu sains saja. Anggapan anak IPA lebih pintar dari anak kelas IPS atau bahasa juga dulu sangat populer di masyarakat bahkan di sekolah.Hal tersebut berbeda dengan MI.

Seperti dikutip dari sebuah jurnal staffnew.uny.co.id (Multiple Intelligences) menuliskan bahwa konsep ini mengganggap bahwa tidak ada kecerdasan (inteligensi) yang lebih baik atau lebih penting dari yang lain. Semua kecerdasan itu berbeda-beda, tetapi sederajat, dan dapat ditumbuhkan, diekplorasi, serta dikembangkan secara optimal, karena kecerdasan yang berbeda-beda tersebut sebenarnya bekerja sama dalam suatu kegiatan manusia dan dalam satu kegiatan tersebut mungkin dibutuhkan lebih dari satu kecerdasan. Selain itu, satu kecerdasan juga bisa digunakan dalam berbagai bidang.

Apabila orang tua lupa apa-apa saja yang termasuk kecerdasan dalam konsep MI, berikut cakupannya:

1. Verbal - linguistik

2. Logika matematika

3. Visual spasial

4. Kinestetik

5. Musikal

6. Interpersonal

7. Intrapersonal

8. Naturalis

9. Eksistensial atau kecerdasan spritual

Bagi sekolah yang menerapkan konsep MI dalam kurikulum pembelajarannya, pengajar akan menstimulus kesembilan kecerdasan ini dalam kegiatan belajar anak sehari-hari. Jadi tidak melulu hanya belajar baca, tulis, dan hitung saja. Anak di usia dini ada baiknya menerima banyak stimulan, terlebih itu juga masa anak untuk banyak bereksplorasi akan kemampuan, bakat dan kecerdasannya. Selain itu, konsep atau model MI ini juga akan memfasilitasi semua anak dalam satu kelas yang berbeda-beda kecerdasannya.

Supaya orang tua lebih clear dengan penjelasan di atas dan dapat langsung menerapkannya di rumah, berikut contoh dan langkah penerapannya yaituorang tuamenentukan dulu hari ini atau dalam beberapa hari ke depan akan mengajarkan si kecil tentang apa supaya kegiatan-kegiatan yang dilakukan terarah. Misalnya, orang tua ingin mengajarkan berhitung kepada anak usiaempattahun.

Contoh jenis kegiatan untuk menstimulus kesembilan kecerdasan tersebut antara lain:

1. Verbal-linguistik.

Orang tua bisa mengajak anak menyebutkan angka-angka secara berurutan berulang kali atau bisa juga dengan kegiatan bercerita dengan buku gambar yang menampilkan angka-angka atau benda-benda untuk dihitung. Bercerita dengan benda-benda yang ada di sekitar atau dengan mainan anak juga bisa dilakukan untuk belajar berhitung.

2. Logika matematika.

Orang tua bisa mengajak anak untuk mengurutkan kartu angka dari 1-5 atau 1-10 atau anak diminta untuk menunjukkan kartu sesuai dengan angka yang disebutkan oleh orang tua.

3. Visual spasial.

Orang tua bisa mengajak anak untuk mencat atau mewarnai atau mengisi kolase pada pola angka tertentu.

4. Kinestetik.

Orang tua bisa mengajak anak untuk memainkan jari-jari mereka saat berhitung atau saat menyanyikan lagu yang dalam syairnya memyebukan angka-angka. Bisa juga orang tua mengajak anak menghitung ubin lantai sambil melompat di lantai.

5. Musikal.

Orang tua bisa mengajak anak untuk menyanyikan lagu yang di dalam liriknya ada disebutkan angka-angka, misalnya lagu:

"1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,8 siapa rajin ke sekolah

cari ilmu sampai dapat,..." dan seterusnya

6. Intrapersonal.

Orang tua bisa menstimulus kecerdasan intrapersonal anak. Misal saat kegiatan bersih-bersih rumah, orang tua bisa menanyakan kepada anak, kira-kira berapa mainan yang ia mampu rapikan atau kembalikan ke tempatnya.

7. Interpersonal.

Orang tua bisa melatih kemampuan interpersonal anak. Misalnya saat kegiatan memasak bersama si kecil, orang tua bisa meminta anak untuk memgambilkan dua buah tomat dan lainnya.

8. Naturalis.

Orang tua yang memiliki pekarangan rumah bisa mengajak anak untuk menghitung bunga di dalam pot atau menghitung semut atau serangga yang ditemukan di pekarangan rumah. Apabila orang tua tidak memiliki pekarangan rumah, bisa mengajak anak berjalan di sekitar rumah dan menghitung apa saja yang ditemukan di sepanjang jalan, seperti pohon, rumah, dan lainnya.

9. Eksistensial.

Orang tua dapat melatih atau menstimulasi kecerdasan eksistensial atau spiritual anak dengan mengajak anak untuk mengucap syukur atas dua mata, dua telinga, dan lainnya.

Demikian secara singkat contoh sederhana aktivitas MI yang dapat orang tua lakukan selama di rumah selama masa pandemi ini. Semoga bermanfaat.