Bukan berlebihan dan sama sekali bukan sebuah kebohongan jika mengatakan kalau barang kamu tercecer di negara Jepang, peluangmu mendapatkan kembali barang tersebut sangat besar jika dibandingkan di negara lain; termasuk di negara kita tercinta Indonesia. Itu sudah lama terbukti dan diketahui baik oleh orang Jepang sendiri, turis pengunjung, maupun expatriate atau pekerja migran/asing yang mencari nafkah di negara Asia Timur tersebut.

Mengapa bisa demikian? Well, jika disederhanakan, hal itu bisa terjadi mungkin karena faktor-faktor ini: kebiasaan kultural atau budaya, pengaruh kuat dari kepercayaan/agama yang dianut warga di sana, dan ramahnya petugas kepolisian saat melayani warga yang melaporkan kehilangan/menemukan barang hilang. Tapi tentu saja situasinya tidak sederhana seperti itu untuk menciptakan kondisi Jepang sebagai negara sukses soal pengembalian/penemuan barang hilang alias tercecer.

Kehilangan dompet karena tercecer jatuh di kereta komuter / MRT? Jika terjadi di negara seperti Indonesia atau bahkan Amerika Serikat, besar kemungkinan kamu harus merelakan benda itu selama-lamanya. Atau smartphone kamu misalnya. Jatuh saat kamu lengah? Benda malang itu mungkin sudah berpindah-pindah tangan beberapa menit setelah tercecer dari tas atau saku kamu. Tapi jika dua kejadian tadi terjadi di Tokyo, kota di Jepang dengan populasi nyaris 14 juta jiwa, kamu sangat mungkin menemukan dompet atau smartphone kamu di pos polisi mini (disebut Koban) yang tersebar di penjuru kota.

Barang tercecer di Jepang? Tenang, mungkin ada di pos polisi terdekat

Pos Polisi Mini alias "Koban" Jepang (Sumber gambar: Duolingo Forum)

Barang hilang tercecer bukan hal aneh; apalagi di kota megapolis seperti Tokyo. Tapi menariknya, barang hilang di sana sering kali dapat ditemukan kembali oleh pemiliknya. Rasio angkanya juga tergolong besar. Di tahun 2018 saja, lebih dari 545,000 ID Card / KTP / tanda pengenal personal yang hilang dapat kembali ke pemiliknya menurut catatan Kepolisian Kota Tokyo / Tokyo Metropolitan Police. Alias 73% dari total laporan kehilangan.

Jelas sebuah angka yang impresif. Sama impresifnya dengan angka dari laporan kehilangan smartphone/telepon genggam (130,000) atau 83% dan 240,000 dompet / 65% dari laporan. Bagian terbaiknya? Sering kali barang-barang tersebut kembali/dapat ditemukan di hari di mana barangnya hilang atau tercecer sebelumnya.

Apa yang membuat orang saat menemukan barang tercecer tidak mengambil, menguasai atau menyimpan barang tersebut untuk dirinya sendiri?

Hadiah dari pemilik barang? Tidak. Menurut pengacara dan dosen hukum Universitas Kyoto Sangyo bernama Masahiro Tamura, hal itu tidak lepas dari didikan moral kultural yang diterima orang Jepang sejak usia dini.

Menyerahkan barang hilang/tercecer kepada petugas polisi merupakan hal yang diajarkan ke anak-anak Jepang sejak kecil, sebut Tamura saat membicarakan tema ini. Anak-anak diajarkan untuk melaporkan barang temuan ke 'Koban' (pos polisi berukuran kecil yang tersebar sebanyak 97 pos per 100 kilometer persegi area) dan polisi akan memperlakukan laporan itu secara formal; bahkan jika temuannya hanya berupa koin 10 Yen sekalipun. Jika selang beberapa waktu tidak ada laporan kehilangan maka si penemu dapat memiliki barang yang dia laporkan. Secara legal. Ini penting dan membedakan kondisi memiliki lewat mencuri dengan memiliki secara sah lewat hukum untuk barang hilang yang dilaporkan.

Barang tercecer di Jepang? Tenang, mungkin ada di pos polisi terdekat

Terdidik sedari usia dini untuk sopan dan saling menghormati (Sumber gambar: Medium)

Anak-anak juga dilatih untuk tidak takut dengan polisi dan polisi juga terlatih untuk selalu ramah pada anak-anak dan tidak terlihat menakutkan; walau terkadang mereka harus keras juga untuk anak-anak nakal atau bandel. Jika bertemu polisi, anak-anak usia sekolah diajarkan untuk menyapa mereka, sambung Tamura lagi.

Citra polisi Koban yang merakyat juga dipopulerkan manga/komik populer Kochikame yang sudah beredar lebih dari 40 tahun di Jepang. Karakter utama di komik tersebut, Ryotsu, merupakan gambaran polisi yang lucu dan mengabdi untuk masyarakat sekitar Koban-nya.

Barang tercecer di Jepang? Tenang, mungkin ada di pos polisi terdekat

(Sumber gambar: Hobby Link Japan)

Konsep pos polisi model Koban juga sempat coba dipopulerkan di Indonesia oleh Polri. Tapi entah kenapa hal ini terasa tidak berfungsi seperti di Jepang. Kesan lebih 'seram' muncul jika dibandingkan Koban Jepang.

Barang tercecer di Jepang? Tenang, mungkin ada di pos polisi terdekat

(Sumber gambar: CNN)

Apakah kejujuran seperti itu berkaitan dengan ajaran agama di Jepang? Secara resmi, Shinto adalah agama mayoritas di sana. Tapi sepertinya akan sulit mengaitkan kejujuran tadi dengan agama yang dianut karena relevansinya sering kali tidak terjadi. Agama mana pun memang mengajarkan untuk bersih dan jujur dalam hidup. Tapi pada akhirnya kepribadian seseorang merupakan pilihan jiwanya sendiri. Berapa banyak dari kita yang menjalankan konsep Kebersihan adalah sebagian dari iman yang merupakan konsep dari ajaran agama? Kita tahu itu perintah, tapi seberapa patuh kita pada perintah tadi? Apalagi tidak ada hukuman langsung saat tidak melakukannya.

Barang hilang dan ditemukan kembali tentu tidak ekslusif hanya terjadi di Jepang. Di mana pun hal tersebut dapat terjadi. Hanya saja mungkin rasionya tidak sebesar yang terjadi di sana. Hal ini terjadi berkat aspek kultural yang dibentuk dini dan diteruskan ke generasi berikutnya tanpa henti. Ini merupakan hal yang bisa dicontoh siapa saja dan untuk budaya mana saja.