Kasus yang menyangkut pria Indonesia bernama Reynhard Sinaga sedang ramai menjadi perbincangan publik di Indonesia maupun di Inggris. Namun jika ditelaah lebih dalam, banyak perbedaan yang dapat ditemukan dalam cara penyampaian berita dari media Inggris dengan media Indonesia.

Perbedaan yang paling signifikan adalah media Inggris lebih fokus kepada pelaku dan kejahatannya dibandingkan dengan para korban. Yang sering kali kita temukan dalam media Indonesia adalah lebih sering memilih fokus kepada korban yang menjadi sorotan utama. Dalam media Inggris, hampir tidak ada informasi apa pun tentang korban selain efek traumatis yang diderita. Inisial nama korban pun tidak disebutkan.

Tidak ada penjelasan akan baju apa yang dipakai korban ataupun betapa indahnya tubuh korban yang seakan mengundang untuk diperkosa. Penggunaan inisial kepada korban seperti bunga juga memberikan kesan kepada masyarakat bahwa korban adalah sesosok yang indah, padahal kejadian ini bisa terjadi pada siapapun, tidak memandang bentuk tubuh dan juga jenis kelamin, seperti yang dilakukan oleh Reynhard di Inggris.

Sebaliknya, media Inggris menjadikan pelaku sebagai sorotan utama. Foto pelaku pemerkosa terpampang jelas, nama pelaku disebutkan dengan lengkap dan tidak menggunakan insial. Bahkan nama orang tua dari pelaku pun disebutkan dengan jelas. Yang terjadi di Indonesia adalah banyaknya muncul berita yang membahas tentang orang tua dan juga sejarah keluarga pelaku dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan pelaku itu sendiri.

Media Indonesia memiliki kecenderungan untuk menyangkutpautkan tindakannya dengan komponen lain seperti, Menurut tetangganya ia pria baik, Padahal ia rajin beribadah, dan sebagainya yang sering ditemukan dalam media Indonesia. Contoh lain dari hal ini adalah dalam berita duka, kerap muncul pertanyaan seperti, Apakah Anda memiliki firasat?, atau Apakah ada tanda-tanda akan hal ini?

Budaya victim blaming di mana korban disalahkan atas suatu kejadian memang masih kental di Indonesia. Media Indonesia kerap mengutarakan prestasi-prestasi pelaku seperti sejarah pendidikan dan juga pekerjaan pelaku. Berita-berita yang disajikan seakan-akan mendukung pelaku dan menyalahkan korban di mana korban seharusnya dilindungi dan bukan menjadi bahan perbincangan publik.