Sebuah produk tidak akan lepas dari apa yang disebut sebagai review. Adanya review merupakan sebuah kepastian yang mengikuti rilisnya produk apa pun; termasuk produk hiburan seperti video game atau film. Hal ini sudah jadi hukum alam yang berlangsung lama banget dan tidak akan berhenti karena keterikatan antara produk dan review itu bagai nyawa dan tubuh yang tidak dapat dipisahkan.

Review, pada prinsipnya adalah sebuah opini atau pendapat sehingga bersifat individual. Satu kantor media seperti Chicago Tribune, Los Angeles Times, atau bahkan Brilio.net sekalipun akan memiliki review/opini berbeda untuk satu hal. Film misalnya, atau lagu atau mungkin warung sate Padang yang enak di seputaran Jakarta. Tiap orang punya review mereka sendiri akan satu hal dan nilainya bisa berbeda-beda dari tiap individu.

Sehingga review menjadi hal menarik jika dilihat dari sisi ini. Saya bisa bilang "Sate Padang X" enak banget dalam review saya, tapi mungkin beberapa orang akan membantahnya karena menurut mereka "Sate Padang X" kuahnya tidak begitu nendang. Kira-kira seperti itu.

Apakah review mampu memengaruhi keputusan orang untuk menonton film?

Bagus? Tidak bagus? Semua itu individual (Sumber gambar: Live Famous)

Di industri film teatrikal juga begitu. Jauh sebelum dunia berjalan di era internet seperti sekarang, sebuah film akan mendapatkan review dari mereka yang kompeten dalam hal perfilman serta bekerja di media. Dalam sejarahnya, reviewer film paling dikenal di industri film Hollywood mungkin duo wartawan senior Chicago, mendiang Roger Ebert dan Gene Siskel.

Kombinasi Ebert dan Siskel dalam memberikan review mereka pada film yang beredar di bioskop-bioskop Amerika sangat terkenal mulai era 1960-an hingga kematian kedua kritikus film ini (Siskel tahun 1999 dan Ebert tahun 2013). Penggunaan istilah Two Thumbs Up alias Dua Jempol di review film populer karena mereka diberikan saat keduanya setuju kalau satu film yang mereka review sama-sama bagus menurut keduanya.

Apakah review mampu memengaruhi keputusan orang untuk menonton film?

Ebert (kiri) dan Siskel (kanan). Sumber gambar: IMGFlip

Pengaruh review dari sosok terkenal seperti Ebert dan Siskel (serta Richard Roeper, partner Roger Ebert pasca wafatnya Gene Siskel) termasuk kuat dan punya kemampuan memengaruhi pasar. Ini sering terbukti di lapangan. Ulasan alias review film dari nama-nama yang punya banyak penggemar memang memiliki kemungkinan untuk mengangkat citra sebuah film atau sebaliknya. Sehingga sering kali pihak studio dan produser harus putar otak agar reviewer-reviewer yang punya nama besar berpihak pada produk mereka.

Tentu bukan hal mudah karena normalnya reviewer profesional tidak bisa disuap atau disogok agar memberikan review positif. Walau tidak selalu demikian karena di antara reviewer sendiri terkotak-kotak antara yang menjunjung tinggi independensi serta yang bisa dibeli idealismenya. Namun tidak pernah mudah membuktikan siapa yang independen atau tidak saat me-review satu film karena memang mustahil untuk dilakukan, kecuali untuk review bersifat advertorial/iklan yang jelas tertulis.

Apakah review mampu memengaruhi keputusan orang untuk menonton film?

Richard Roeper (Sumber gambar: Hollywood Reporter)

Di era internet, reviewer film tradisional zaman surat kabar seperti Ebert dan Siskel bekerja mendapat kompatriot (atau saingan?) dari reviewer internet. Tidak lagi diperlukan kolom khusus surat kabar untuk menjadi seorang reviewer film. Cukup dari media sosial seseorang saja sudah bisa. Ada pula reviewer film yang merupakan kumpulan pendapat seperti di Metacritic atau Rotten Tomatoes.

Apakah review mampu memengaruhi keputusan orang untuk menonton film?

(Sumber gambar: Wikimedia)

Dua nama ini termasuk sangat populer dan bahkan jadi semacam barometer apakah film yang beredar mendapat restu mereka atau tidak. Diwakili dengan ukuran nomer dan persentase, review-review dari Metacritic maupun Rotten Tomatoes diklaim dapat memengaruhi calon penonton untuk mengeluarkan (atau tidak mengeluarkan) uang mereka membeli tiket bioskop.Jika satu film mendapat review buruk di sana, alamat film itu diklaim bakal jeblok di pasaran.

Apakah review mampu memengaruhi keputusan orang untuk menonton film?

(Sumber gambar: Rotten Tomatoes)

Tapi apa iya, sebuah review memiliki pengaruh sebesar itu?

Menurut saya, sebuah review adalah pendapat pribadi. Gambaran yang diberikan seseorang akan satu hal/produk. Sebuah opini. Apakah itu memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang lain agar setuju dengan pendapat tadi? Bisa saja. Terutama jika kamu merasa kalau selera reviewer tersebut sama denganmu. "Suara dia adalah suara kamu". Ini wajar banget. Kepercayaan pada reviewer kalau dia memberikan pendapat serupa denganmu merupakan kemungkinan yang selalu ada. Jadi jika kamu dan Reviewer X selama ini memiliki pendapat yang sama soal film, besar kemungkinan review dari Reviewer X memang tepat buatmu.

Tapi karena merupakan pendapat pribadi, menurut saya review tidak harus jadi penunjuk jalan yang harus dipatuhi. Karena apa? Karena sayang banget kepuasan menonton film kamu ditentukan oleh perkataan orang lain. Orang lain memang berhak menyatakan pendapat mereka soal film dalam bentuk review. Tapi pengambil keputusan akhir seharusnya adalah diri kamu sendiri. Kalau kamu tidak jadi nonton sebuah film karena review-review film tersebut buruk, satu dari dua kemungkinan telah terjadi. Pertama,kamu terselamatkan dari menonton film buruk. Atau kedua,kamu rugi karena melewatkan film bagus. Jauh berbeda dari review yang kamu baca sebelumnya.

Apakah review mampu memengaruhi keputusan orang untuk menonton film?

(Sumber gambar: Market Watch)

Tapi saya tidak akan mengatakan jangan percaya pada review! di tulisan ini. Yang saya mau katakan hanyalah kamu berhak menentukan sendiri bagus atau tidaknya suatu film. Dan satu-satunya cara hanya dengan menonton langsung. Kamu mungkin akan menyesal nonton karena tidak mematuhi review jelek yang sudah kamu baca atau malah sebaliknya.

Intinya, jangan terdikte perkataan seseorang dan jadikan masukan saja. Itu lebih baik karena artinya kamu tetap menjaga kebebasan pikiranmu sendiri.