Semenjak terjadinya pandemi Covid-19 banyak hal yang berubah dari kebiasaan masyarakat Indonesia, salah satunya Pemerintah telah menetapkan kebijakan pembatasan sosial. Semua pekerjaan dan kegiatan lainnya dilakukan di rumah, termasuk di antaranya mengubah sistem pembelajaran dari berbasis kelas atau sekolah menjadi pembelajaran berbasis online dari rumah.

Tidak sedikit orang tua yang mengeluh mengenai kebijakan ini, termasuk para orang tua yang masih awam mengenai sistem pembelajaran online.Anak-anak pun banyak yang merasa tertekan ketika menjalani pembelajaran daring, misalnya saat mengerjakan tugas dari guru yang terlalu banyak.

Di masa pandemi Covid-19, ketika seluruh aktivitas anak dipindahkan ke rumah, maka keluarga, baik orang tua atau wali harus memiliki kepekaan terhadap kondisi psikologis anak. Orang dewasa di lingkungan keluarga haruslah menempatkan diri sebagai kawan bagi anak-anak.

Bukan hanya sehat secara fisik, para orang tua juga harus memperhatikan bagaimana kondisi emosional dan mental si anak. Danny K. Tania dan Laurensia Lindi, Konselor Sekolah Sinarmas World Academy membagikan beberapa panduan bagi orang tua guna memastikan perkembangan si kecil tetap seimbang dan maksimal.

1. Memaparkan fakta yang tepat mengenai Covid-19.

Mulailah dengan bertanya dan mencari tahu seberapa jauh anak merasakan perubahan dalam kesehariannya baik secara fisik dan psikisnya. Mulai jelaskan tentang mengapa perubahan yang dilakukan itu penting dan apa yang mungkin terjadi apabila perubahan yang dirasakan tidak dilakukan.

Selalu gunakan gaya bahasa yang positif dan tidak menakut-nakuti. Dalam memberi pengertian, pastikan informasi yang diberikan berdasarkan fakta dari sumber terpercaya. Dan gunakan kalimat sederhana yang gampang dicerna oleh anak. Tanamkan kepada anak untuk aktif bertanya dan mencari tahu bersama apabila ada situasi tidak dipahami.

Anak sangat tanggap dalam membaca emosi orang tua dan lingkungan sekitarnya. Sangat penting untuk si kecil mengerti perubahan yang terjadi tidak mengubah orang tua mereka secara emosi dan perilaku. Orang tua harus tetap menjaga energi positif saat beraktivitas sehari-hari karena energi tersebut yang akan ditangkap anak.

Orang tua dapat menggunakan kesempatan untuk mengajarkan kepentingan dan tanggung jawab individu. Bagaimana peran masing-masing dari kita dapat secara langsung berdampak pada virus ini. Dengan anak sadar peran penting yang dia miliki, hal itu dapat membangkitkan semangat anak dalam memerangi virus bersama dengan orang dewasa lainnya. Gunakan kesempatan ini untuk membangun nilai global citizenship pada si kecil.

2. Memperkaya ilmu parenting.

Salah satu pesan penting dari UNICEF untuk orang tua di saat pandemi ini adalah untuk memperluas ilmu parenting. Hal ini menjadi sorotan UNICEF karena orang tua mengambil peran guru untuk si kecil. Tanpa pengetahuan yang cukup hal tersebut akan berdampak pada perkembangan dan emosi anak.

Di saat seperti ini, orang tua dituntut untuk dapat menggunakan gadget, menjawab pertanyaan anak, dan menerapkan disiplin dalam rutinitas. Memang bukan hal mudah dilakukan, namun diperlukan. Carilah komunitas positif yang bisa berbagi informasi penting mengenai parenting.

3. Perbanyak kegiatan bersama.

Salah satu hal diingat adalah dengan terjadinya pembatasan fisik ini, interaksi sosial anak menjadi sangat minim dan terbatas. Interaksi utama anak bersama orang tuanya menjadi krusial. Gunakanlah kesempatan ini untuk melakukan kegiatan positif bersama, seperti eksperimen sains, gerakan tarian dan nyanyian, memulai prakarya seni atau bahkan bisa mencoba hal hal baru seperti masak bersama dan belajar bercocok tanam. Banyaknya kegiatan yang tidak dapat dilakukan di saat pandemi ini bukan berarti tidak dapat mengeksplorasi lebih banyak lagi hal yang dapat dilakukan bersama anak.

4. Batasi penggunaan gadget.

Sering sekali keberadaan gadget menjadi penyelamat orang tua di saat menghadapi anak. Namun perlu diingat penggunaan gadget berlebihan dan tanpa pengawasan memiliki dampak buruk dalam perkembangan anak.

Saran kepada orang tua untuk selalu menetapkan batas penggunaan gadgetdan pastikan ada orang dewasa mengawasi anak selama sesi online.Sebagai contoh, apabila anak menonton video musik dapat diimbangi dengan gerakan fisik seperti menari dan bernyanyi bersama.

5. Beri anak kesempatan untuk terhubung dengan teman-temannya.

Mengacu jurnal Dale F. Hay, Phd dari Cardiff University, Inggris, interaksi teman sebaya (peer relations) sangat penting dalam pembangunan karakter, perkembangan emosi, dan mental anak. Memang di masa pembatasan sosial ini menjadi tantangan sendiri untuk adanya interaksi teman sebaya anak, namun hal ini perlu diperhatikan karena di masa-masa pertumbuhannya anak juga perlu berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Apabila anak sudah bersekolah maka akan ada pelajaran online dari sekolah. Gunakan kesempatan tersebut agar anak dapat berinteraksi dengan teman kelasnya.

6. Memanfaatkan layanan konseling gratis.

Memanfaatkan layanan konseling gratis di internet sebagai salah satu sarana bagi anak-anak melepaskan tekanan psikologisnya. Anak-anak juga harus diingatkan untuk tidak mengungkapkan masalah pribadinya melalui media sosial agar tidak mengalami cyber bullying atau bisa saja berpotensi menjadi korban kejahatan melalui dunia maya.

7. Orang tua dapat berkonsultasi dengan guru BK yang ada di sekolah mengenai keadaan emosi sang anak.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan bahwa di masa pandemi Covid-19 disarankan agar sekolah memfasilitasi guru BK dengan handphone, kuota internet, pulsa dan nomor seluler. Dikarenakan guru Bimbingan Konseling (BK) bisa menjadi konselor bagi para murid yang mengalami masalah psikologis. Sebab guru BK saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi mendapat ilmu psikologis anak. Setidaknya guru BK pun dapat menjadi tempat curhat bagi para siswanya selama pandemi, seperti dilansir dari siaran pers Catatan Hari Anak Nasional di Bidang Pendidikan, Kamis (23/7/2020).