Berdirinya sebuah monumen tentu memiliki kisahkisah menarik yang perlu kita ketahui atau bahkan dapat dijadikan referensi. Bahkan tidak banyak di balik berdirinya sebuah monumen memiliki kisah yang menyedihkan dan penuh perjuangan. Mungkin beberapa diantara kita banyak yang menyepelekan sejarah monumen perjuangan, yah itu kan hanya sebuah monumen belaka, toh kita juga hidup di era milineal, cukup foto bagus, selesai! Ngapain repotrepot mikirin hal tak berguna seperti itu. Tapi kita juga harus perlu tahu bahwa perjuangan bangsa Indonesia melalui para pejuang tempo dulu dengan penuh semangat tinggi memperjuangkan kemerdekaan negara tercinta ini.

Nah, bagikamu yang pengen tahu, inilah sejarah 3 monumen perjuangan yang akan bikin kamu makin cinta para pahlawan Indonesia. Semoga saja ini bisa menumbuhkan rasa nasionalisme kita semua.

1. Monumen Tugu Peninggalan Portugis.

3 Monumen perjuangan di Situbondo ini bikin makin cinta pada pahlawan

foto: google.com/ pengajar.co.id

Tugu ini berada di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Letaknya di sisi timur Sungai Sampeyan, Dusun Peleyan Barat, Desa Peleyan, Panarukan. Tugu peninggalan Portugis ini setidaknya memiliki tinggi sekitar 3 meter yang berada di belakang rumah warga dan cukup tersebunyi. Bentuknya yang lancip dipercaya sebagai satusatunya peninggalan Portugis yang berada di Kabupaten Situbondo.

Tugu ini juga sering dikunjungi oleh para wisatawan lokal, baik pengunjung dari Surabaya bahkan Jakarta. Untuk mengunjungi tempat ini jangan harap untuk para wisatawan dengan mudah mendapatkan papan penunjuk jalan ketempat tersebut. Alangkah lebih baiknya bisa bertanya ke warga sekitar. Tempatnya juga tidak terlalu jauh dari monumen 1000 km AnyerPanurakan. Namun yang memprihatikan, tugu peninggalan Portugis ini sudah tidah terawat lagi. Beberapa bagian luar tugu sudah mulai mengelupas atau bahkan bopeng akibat tidak ada perawatan dari warga sekitar.

Sejarawan dari Universitas Negeri Jember, Edy Burhan Arifin memaparkan bahwa tugu ini adalah satusatunya peninggalan yang tersisa di Panarukan. Sejarah mencatat bahwa dahulu Portugis datang ke Indonesia dan mendirikan bandar dagang di sisi timur sungai sampai abad ke-16. Sungai Sampeyan sendiri merupakan sungai terbesar dan terpanjang yang berada di Kabupaten Situbondo yang bermuara langsung ke Pantai Panarukan.

Pelabuhan Panarukan dulu juga menjadi satu-satunya pelabuhan besar di ujung timur Jawa. Panarukan sudah dikenal sejak era Majapahit. Puncaknya, ketika Raja Hayam Wuruk memilih Panarukan sebagai tempat pertemuannya dengan raja-raja dari timur.

Selain membangun bandar ekonominya di Pelabuhan Panarukan, Portugis menjadikan Panarukan sebagai pusat misionaris di ujung timur Jawa. Sejumlah gereja Katolik sempat didirikan di daerah yang dulunya pusat Kerajaan Blambangan ini. Karena ada ekspansi Islam dan perebutan kekuasaan, gereja-gereja tua akhirnya dihancurkan.

Tugu Peninggalan Portugis ini merupakan aset berharga peninggal masa penjajah yang perlu dijaga dan dilestarikan. Paling penting harus bisa kita sampaikan ke para generasi muda masa depan Indonesia bahwa kita dulu pernah berada di masa sangat suram, jangan sampai jatuh di lubang yang sama.

2. Monumen 1000 Km Anyer-Panarukan.

3 Monumen perjuangan di Situbondo ini bikin makin cinta pada pahlawan

foto: google.com / trevel.tempo.co.id

Monumen ini dibangun untuk mengenang sejarah pembangunan jalan raya sepanjang 1000 km AnyerPanarukan yang banyak menumpahkan korban pada zaman Pemerintahan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels pada tahun 18071810 silam. Monumen ini sering dikunjungi masyarakat sekitar dan bahkan pengguna jalan yang hendak pergi ke Surabaya bahkan Bali untuk sekadar berfoto.

Monumen 1000 km AnyerPanarukan ini bisa dikunjungi kapan saja tanpa membayar tiket sepeser pun karena lokasinya berada di persimpangan jalan. Monumen ini terletak di Desa Wringinanom, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo. Manumen ini sebelumnya hanya sebatas penanda jalan saja yang memiliki patung udang berwana putih sebagai salah satu identitas penghasil budidaya udang air payau. Kemudian pada september 2014 direnovasilah menjadi monumen 1000 km AnyerPanarukan sebagai penghormatan kepada para pejuang yang membangun jalan AnyerPanarukan.

Sejarah kelam pembangunan Jalan raya AnyerPanarukan tentu tidak bisa dilupakan rakyat Indonesia di masa itu bahkan sampai sekarang. Lihat saja korban yang berjatuhan akibat pembangunan jalan ini kurang lebih sedikitnya sekitar 24.000 korban jiwa. Dahulu pembangunan jalan AnyerPanarukan dibangun guna difungsikan sebagai tempat pertahanan militer dan alur mobilisasi dalam sistem tanam paksa (cultuur stelse) Belanda kala itu.

Selain jalanan ini digunakan untuk mobilisasi pemerintahan Belanda untuk sistem tanam paksa dan pertahanan militer, juga digunakan sebagai penghubung jalan antar karesidenan dan kotakota yang dianggap penting. Jalan ini juga sebagai akses utama mobilisasi pemerintahan Belanda untuk mengirim hasil bumi dari sistem tanam paksa yang kemudian dikirim ke pelabuhan Cerbon yang selanjutnya meluncur ke negara Kincir Angin, Belanda.

Kekejaman penjajah Belanda di bawah komando jendral Herman Willem Daendels akan selalu diingat oleh rakyat Indonesia, serta juga menjadi pembelajaran berharga untuk para generasi muda.

3. Monumen Patung Letnan Nidin dan Letnan Soenardi.

3 Monumen perjuangan di Situbondo ini bikin makin cinta pada pahlawan

Foto ; google.com / takanta.co.id

Monumen patung Letnan Nidin dan Letnan Soenardi merupakan pemanis bagi pejalan kaki dan pengendara bermotor bagi siapa saja yang melihatnya. Patung Letnan Nidin dan Letnan Soenardi harusnya menjadi representasi simbol bagi penyemangat anak muda. Patung ini berada di depan Primkopad Kodim 0823 di Jalan PB. Sudirman, Situbondo. Desain patung ini Letnan Nidin sedang menatap ke arah angin dan Letnan Soenardi sedang meratap ke depan seolah nampak melihat ke pengguna jalan.

Letnan I Soenardi (22 tahun) Perwira Siasat Batalyon 5 Resimen 40 Gugur Tanggal 21 Juli 1947 di Wringin Anom. Letnan I Nidin Sastro Prayitno (22 tahun) Komandan Seksi Gabungan Anggota Batalyon 5 dan Anggota Kelaskaran Gugur Tanggal 31 Agustus 1947 di Gladak Dualem Arjasa Situbondo.

Perjuangan Letnan I Soenardi dan Letnan I Nidin Sastro Prayitno dimulai sejak bulan Juli sampai Agustus 1947. Mengutip Dari Mariam Laila S, dalam skripsinya yang berjudul Laskar Sabilillah Pada Agresi Militer Belanda 1 Di Situbondo menjelaskan bahwa sejarah agres militer Belanda diakibatkan karena ambisi Belanda yang ingin merebut kembali tanah Indonesia. Hal ini yang kemudian membuat para Laskar Sabillilah yang didominasi para ulama dan kyai geram melihat tingkah penjajah Belanda. Ditambah dengan keikutsertaan BKR atau yang dikenal hari ini dengan TNI membuat sinergitas antar keduanya semakin membara demi mempertahankan kemerdekaan negara. Keikutsertaan TNI yang melibatkan Letnan Soenardi dan Letnan Nidin semakin tak terelakkan, perjuangan demi perjuangan dilakukan demi mempertahankan kemerdekaan negara. Namun waktu menandirkan keduanya gugur di tengah kemelut memperjuangakan kemerdekaan. Air mata dengan darah adalah saksi pengorbanan mereka di tanah Situbondo.

Tanah, rumput, dan senjata adalah makna nyata bagaimana Letnan Soenardi dan Letnan Nidin bersibaku memperjuangkan kemerdekaan di tanah Situbondo. Pembelajaran paling berharga yakni perjuangan haruslah dikenang. Meski hari ini keduanya hanya sebatas patung di pinggiran jalan PB Sudirman, tetapi nyatanya merah perjuangannya selalu menjadi panutan. Bukankah kita juga harus meniru hal baik itu? Nah, itu tergantung kalian!