1. Home
  2. ยป
  3. Selebritis
14 Desember 2020 04:11

Yan Vellia dan kesungguhannya melestarikan lagu-lagu Didi Kempot

Yan juga mulai mengorbitkan anak-anaknya sebagai penyanyi. Lola Lolita
foto: Doc Yan Vellia

Brilio.net - Kisah asmara almarhum Didi Kempot dan Yan Vellia jauh dari konsumsi publik. Mereka tak pernah mengumbar kehidupan pribadinya.

Pasangan ini lebih senang membagikan karya-karya musik mereka ke khalayak. Seperti diketahui, Yan Vellia merupakan seorang biduan.

BACA JUGA :
6 Momen pertemuan Yan Vellia & Bambang Surono 'kembaran' Didi Kempot


Setelah kepergian sang maestro campursari Didi Kempot pada 5 Mei 2020, kini Yan Vellia menapaki hari-hari barunya sebagai single parent dengan dua anak. Pemilik nama asli Tarbiyah Setyani ini mengaku, terpukul dengan kepergian sang suami. Bahkan, anak-anaknya pun masih sering menanyakan dan bermimpi bertemu dengan ayahnya.

Yan Vellia masih konsisten di bidang musik. Selain karena penyanyi, dia juga harus memastikan ratusan lagu peninggalan Didi Kempot tetap ada yang menyanyikan.

Selain oleh dirinya sendiri, Yan juga mulai mengorbitkan anak-anaknya sebagai penyanyi. Lagu-lagu Didi Kempot pun diseleksi untuk bisa dinyanyikan anak seusianya.

BACA JUGA :
Duet bareng Betrand Peto, anak Didi Kempot nyanyikan lagu sang ayah

Seperti apa kisah lengkapnya? Berikut petikan wawancara khusus brilio.net dengan Yan Vellia di Solo, Kamis (3/12) lalu.

Kapan pertama kali tertarik dan masuk ke dunia musik?

Kalau senang musik itu saya dari SMA sudah gabung sama band sekolah. Cuma untuk profesional, secara komersial itu tahun 1998.

Apakah kala itu Mbak Yan langsung mengambil genre dangdut?

Dari awal itu sudah dangdut. Jadi waktu itu di Solo ada grup musik, Orkes Dangdut Ervana 87, itu grup musik terbesar di Jawa Tengah masa itu. Saya vokalis.

Bagaimana ceritanya bisa tertarik dengan dunia musik?

Bapak saya juga pemain dangdut. Pegang gitar melodi. Mungkin ada darah dari bapak saya ya, suka seni, jadi ngalir ke saya.

Mbak Yan kan sempat duet dengan Mas Didi Kempot di beberapa lagu. Bagaimana memadukan dua genre, Mbak Yan dangdut dan Mas Didi campursari?

Sebenarnya untuk cengkok dan logat dari dangdut ke campursari itu beda tipis aja, karena sama-sama ada gendangnya. Kalau Mas Didi itu cenderung ke congdut, jadi tidak ada kesulitan untuk itu.

Bedanya cuma dangdut bahasa Indonesia, campursari bahasa Jawa. Ya tidak ada kesulitan karena saya orang Jawa.

Anak-anak Mbak Yan sekarang ini kan juga mulai terjun ke dunia musik. Nah, itu memang diarahkan ke sana atau kemauan mereka?

Kalau yang kecil, Seika, itu memang umur 1,5 tahun sudah dibikinin lagu sama bapaknya, karena di usianya yang segitu, Seika tidak cadel, dia sudah bisa ngomong dengan jelas. Ya memang Seika yang kami gadang-gadangkan untuk menuruskan kami, karena sudah terlihat dari kecil.

Kalau masnya, Saka, ini memang pendiam. Cita-citanya menjadi pilot. Jadi kebetulan setelah bapaknya nggak ada, selang tiga hari karena sering dimimpiin bapaknya dan rindu, dia jadi tergerak sendiri untuk melanjutkan karya bapaknya.

Kemarin kan sempat ramai banget, anak Didi Kempot duet bareng Betrand Peto. Nah bagamaina ceritanya bisa duet dengan Betrand Peto?

Saya sudah bersahabat sama Ruben itu sudah 10 tahun. Kami sempat satu frame dalam layar lebar waktu itu. Waktu masih sama-sama berjuang.

Akhirnya dia belasungkawa lah sama anak saya, dan sahabatku itu memang baik. Dia bilang, 'nanti aku bantuin untuk anak-anakmu'. Terus saya bilang, 'kalau gitu kita bikin proyek aja, kita kolaborasikan anak-anak'.

Akhirnya jadilah. Saya memang pilihkan lagu-lagu yang bernuansa nggak cinta dulu.

Kenapa memilih lagu yang berjudul Bapak?

Pertama ya untuk mengenang bapaknya. Kedua, lagu itu untuk orang tua, bakti seorang anak buat orang tua. Ruben setuju, karena kami sebagai orang tua tidak mengarahkan anak-anak ke lagu cinta.

Apakah ada proyek baru bersama Betrand untuk selanjutnya?

Waktu proyek Sewu Siji sih kami pernah mencarikan lagu yang lain yang keren, yang pastinya sesuai dengan umurnya anak-anak. Dan kita gantian, waktu itu saya syuting di Taman Mini, dan Ruben bilang besok kita syuting di Solo.

Tapi, belum ketemu lagunya apa, karena kami masih sibuk dengan kerjaan masing-masing. Koko (Betrand Peto) juga single-singlenya keluar. Jadi kita pilih timing yang tepat.

Namanya anak-anak kan belum bisa mengatur mood-nya ya. Bagimana Mbak Yan menjaga agar mereka tetap semangat dan nggak bosan?

Kalau untuk Seika, memang belum bisa dikasih tanggung jawab karena memang masih sangat kecil. Untuk Saka, sudah punya tanggung jawab, bahwa ini kerja dan nyanyi.

Saya selalu kasih support, "Papa dulu seperti ini, cari uang buat kamu sekolah, buat beli baju, buat kamu jajan, ya seperti ini. Jadi kamu harus kayak papa." Ya udah gitu aja.

Kalau yang kecil terkadang rewel itu kadang-kadang dia gerah. Mengarahkannya saya bilang, "Kalau adik menangis pasti papa sedih." Jadinya dia lebih tenang, langsung bilang, "Iya aku nggak nangis gitu".

Bagaimana dengan lagu-lagu Didi Kempot, akankah dibawakan anak-anak atau diaransemen ulang?

Oh iya, mencoba ke arah sana. Ini Seika sudah membawakan salah satu lagu ayahnya. Saya pilihkan lagu-lagu bapaknya yang memang lucu-lucu, ini rilis 10 Desember 2020.

Sekarang ini kesibukan Mbak Yan apa saja, selain nyanyi?

Mengatur jadwal anak-anak, nyanyi dan sekolah juga. Saka tentunya ya, karena fans-nya sudah banyak juga. Masih nyariin lagu-lagu untuk Saka juga.

Masih tetap dengan genre dangdut atau meneruskan genre lagu-lagunya Mas Didi Kempot?

Untuk sekarang ini saya memang sudah fokus untuk genrenya Mas Didi, lagu-lagu Jawa. Cuma kalau dangdut, saya nyanyikan juga kalau ada permintaan. Misalnya, pas di luar Jawa. Untuk selingan-selingan aja.

Tapi untuk saat ini dan selanjutnya saya fokus ke genrenya Mas Didi. Karena kami memang harus meneruskan apa yang ditinggalkan Mas Didi. Sudah ada juga beberapa stasiun TV yang mau mengangkat lagu-lagunya Mas Didi untuk difilmkan.

Kenangan manis bersama Didi Kempot

Sedikit mengenang masa lalu Mbak. Bagaimana ceritanya bisa bertemu dengan Didi Kempot?

Jadi gini waktu itu nge-boom Stasiun Balapan (Salah satu lagu Didi Kempot) dan pasti kan ada roadshow tuh, nah kan ada musiknya gitu. Jadi yang mengiringi itu adalah bandnya saya tadi, Ervana 87.

Jadi awal mula bertemunya dengan Mas Didi itu di panggung. Masa itu kan road show-nya ke beberapa kota di Jawa Tengah. Nah setelah itu lama nggak ketemu, terus tahun 2000-an itu ketemu lagi.

Tahun 2003 kami memutuskan untuk menikah secara agama dulu. Karena untuk proses nikah secara negara itu ada prosesnya tersendiri.

Kehidupan pribadi Mbak Yan dan Mas Didi ini kan jarang sekali terekspos media. Punya alasan tersendiri mbak untuk itu?

Saya sebagai istri Mas Didi, kalau kita di panggung kita bukan suami istri, tapi teman duet. Saya sendiri diajarkan mas Didi jauh dari infotainment. Bersensasi itu tidak ada di kami.

Memang kami jauh dari sensasi, pokoknya berkariernya, pesannya Mas Didi, "Ojo kakean sensasi (Jangan kebanyakan sensasi)." Kami tunjukin, dengan berkarya dunia akan mengakui, bahwa kami memang bisa. Kalau cuma sensasi, masanya cuma sebentar.

Sebagai istri, pasti banyak sekali kenangan bersama Mas Didi. Boleh diceritakan Mbak sebagiannya?

Mas Didi itu pekerja keras, kadang itu sampai tidurnya saja kurang. Bahkan, sebelum pergi (meninggal dunia) pun, Mas Didi masih kerja.

Magribnya Mas Didi masih ngucapin saya buka puasa. Makan sama kami, ada bandeng. Separuh dimakan mas Didi, separuhnya di tinggalin buat saya sahur.

Mas Didi itu kebiasaannya begitu. Makan apapun itu selalu separuh, nanti separuhnya untuk saya. Termasuk kalau makan mi instan juga, separuhnya pasti dikasihkan ke saya.

Mas Didi nggak komplain walaupun saya gemuk, karena makanannya dibagi terus sama saya. Pokoknya saya harus nemenin dia makan.

Mas Didi romantis sekali orangnya ya Mbak?

Mas Didi itu nggak pernah ngucapin "I love you" gitu, tapi ya itu dengan tindakan. Jadi ya gitu, kalau makan separuhnya buat saya. Terakhir ya bandeng itu.

Ada nggak Mbak kebiasaan unik lainnya dari Mas Didi?

Misalnya kala di kamar nih ya, kami itu tidurnya di lantai. Nggak pernah di bed.

Nggak tahu, udah jadi kebiasaan aja. Karena mas Didi itu senang aja tidur dilantai, ada kasurnya, cuma nggak di bed. Kami ada bed, jadi bed itu kosong.

Kalau di hotel pun nggak pernah double bed. Kalau panitianya keliru ngasihnya double bed, pasti saya tidurnya di kasur satu berdua sama Mas Didi, satunya pasti nggak ditempati.

Pokoknya tetap harus bareng. Kalau sampai tidurnya pisah, itu tandanya kita marahan. Itu semua kebiasaan beliau yang nggak pernah berubah.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags