1. Home
  2. »
  3. Jalan-Jalan
12 November 2022 05:01

Kursi jati saksi amarah Pangeran Diponegoro atas penyergapan Belanda

Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pemimpin dalam Perang Jawa atau Perang Diponegoro melawan tentara Belanda pada 1825-1830. Brilio.net
foto: Dokumentasi/reza

Brilio.net - Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pahlawan nasional yang sangat berperan dalam berjuang melawan penjajah Belanda di Indonesia. Dia memiliki nama asli Bendara Raden Mas Ontowiryo dan keturunan bangsawan, ayahnya Sultan Hamengkubuwono III dan ibunya, RA Mangkarawati.

Pangeran Diponegoro merupakan anak sulung dari tiga bersaudara di Kesultanan Yogyakarta. Namun, setelah Pangeran Diponegoro dewasa, dia menolak keinginan ayahnya yang ingin menjadikannya raja. Diponegoro merasa tak pantas karena ibunya bukan permaisuri.

BACA JUGA :
Raja Belanda kembalikan keris Pangeran Diponegoro, ini penampakannya


Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pemimpin dalam Perang Jawa atau Perang Diponegoro melawan tentara Belanda pada 1825-1830. Perang tersebut tercatat sebagai perang yang banyak menelan korban dalam sejarah peperangan Indonesia, yakni 8.000 korban dan menelan biaya yang sangat banyak.

Pihak Belanda pun merasa sangat kesal dengan adanya perang tersebut dan merasa muak dengan Pangeran Diponegoro karena sering melakukan pemberontakan. Pemicu peperangan tersebut karena pihak Belanda memasang patok-patok di tanah milik Diponegoro di Tegalrejo, Yogyakarta.

Perilaku Belanda tersebut dianggap tidak menghargai adat istiadat wilayah setempat dan juga membebankan pajak yang besar kepada rakyat. Pangeran Diponegoro pun muak dengan Belanda.

BACA JUGA :
Filosofi Sate Kene, kuliner peninggalan nenek Pangeran Diponegoro

Gara-gara perang tersebut, Belanda berusaha mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding. Lantaran Pangeran Diponegoro merupakan seseorang yang sulit ditaklukkan, Belanda pun menggunakan cara-cara licik, di antaranya dengan mengajak berunding di Gedung Karisidenan Magelang.

Pada saat itu Pangeran Diponegoro berangkat dari Yogyakarta beserta istri dan anaknya menggunakan kereta kuda yang dikawal ratusan orang. Sesampainya di gerbang gedung, pihak Belanda memberikan syarat untuk tidak boleh membawa senjata ke dalam gedung.

Tak berselang lama setelah Pangeran Diponegoro duduk di ruangan, dia langsung disergap tentara Belanda. Sekitar 200 pasukan Belanda dikerahkan menangkap Diponegoro.

Setelah menyadari tidak bisa lagi berkutik, Diponegoro pun mau tidak mau mengikuti rencana Belanda tersebut. Pangeran Diponegoro hanya bisa melampiaskan amarahnya kepada kursi jati yang ia duduki.

foto: Dokumentasi/reza

Di ruangan gedung tersebut, terdapat satu meja dan empat kursi jati untuk perundingan. Pangeran Diponegoro duduk menghadap ke luar (barat), berhadapan dengan Jenderal De Kock. Dua kursi di kanan kiri diduduki dua orang yang bertindak sebagai penerjemah.

Kursi dengan anyaman rotan yang diduduki Diponegoro di bagian kanan tempat pegangan tangan terdapat bekas cengkraman tangan Pangeran Diponegoro. Ada bekas goresan di kursi kayu tersebut yang menandakan kemarahan Pangeran Diponegoro terhadap tipu muslihat Belanda.

Saat ini kursi tersebut disimpan di Museum Pangeran Diponegoro dalam lemari kaca dan ditutupi kain putih. "Ada bekas seperti goresan di bagian bawah kayu tempat pegangan tangan di bagian kanan. Itu menandakan betapa marahnya Pangeran Diponegoro saat ditangkap di sini," ujar Sunaryo, pemandu Museum Pangeran Diponegoro.

Jubah Pangeran Diponegoro.

foto: Dokumentasi/reza

Selain kursi kayu jati, di museum Pangeran Diponegoro ini juga terdapat barang-barang peninggalan Pangeran Diponegoro. Misalnya, jubah Pangeran Diponegoro yang terbuat dari kain shantung dari China. Jubah kain yang sudah berwarna kecokelatan termakan usia itu disimpan di sebuah lemari kaca.

Jubah dari dari keluarga Kertanegara itu berukuran tinggi 170 cm dan lebar 120 cm. Diponegoro mengenakan jubah tersebut saat peperangan dan ketika disergap. Jubah itu diserahkan ke putranya sebelum Diponegoro diasingkan.

foto: Dokumentasi/reza

Selain itu, terdapat bale-bale dari kayu dengan alas bambu yang digunakan Diponegoro salat ketika mondok di Daerah Brangkal, Gombong, Kebumen. Bale-bale ini sebelumnya disimpan oleh Kyai Haji Syafei dari Brangkal. Ada juga sebuah kitab Ta'rib yang digunakan Pangeran Diponegoro untuk mengaji.

foto: Dokumentasi/reza

Di sudut lain terdapat dua teko berukuran kecil dan besar beserta tujuh cangkir putih. Benda-benda ini adalah milik pribadi Pangeran Diponegoro yang dipakai sewaktu berperang di daerah Bantul. "Kendi tanah liat tersebut ditemukan di Goa Selarong, sebagai markas beliau pada saat itu" imbuh Sunaryo.

foto: Dokumentasi/reza

Selain benda-benda yang digunakan langsung oleh Pangeran Diponegoro, juga terdapat beberapa lukisan yang menggambarkan perjuangan Pangeran Diponegoro. Seperti, lukisan saat penyergapan Belanda, momen Diponegoro berperang di bukit Menoreh, saat Pangeran Diponegoro menunggang kuda untuk menyebrang sungai Progo, serta lukisan yang menggambarkan Pangeran Diponegoro saat berusia 35 tahun.

Reporter: mg/Muhammad Reza Ariski

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags