Brilio.net - Kematian maestro musik Indonesia Djaduk Ferianto memberikan duka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Djaduk Ferianto meninggal dunia di Yogyakarta, Rabu (13/11) pada pukul 02.30 WIB. Meninggalnya seniman besar bernama lengkap RM Gregorius Djaduk Ferianto ini disampaikan oleh sang kakak, Butet Kertaredjasa melalui akun Instagramnya.

"RIP. Djaduk Ferianto," tulis Butet Kertaradjasa dalam unggahannya, Rabu (13/11). Jenazah Djaduk Ferianto disemayamkan di Padepokan Seni Bagong Kussudiardjo. Kemudian akan dimakamkan di makam keluarga Sembungan, Kasihan, Bantul pada pukul 15.00 WIB.

Tokoh besar musik Jazz Indonesia ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi para tokoh besar Tanah Air. Duka cita tersebut disampaikan lewat karangan bunga kematian yang dikirim dari beberapa tokoh di Indonesia. Mulai dari Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Basuki Hadi Mulyono, Pratikno, Mahfud MD, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Moeldoko, Muhadjir Effendy, sejumlah keluarga Keraton Yogyakarta dan masih banyak lagi. Karangan bunga juga disampaikan oleh keluarga seniman seperti Didi Kempot, Pongki Barata, Soimah, hingga Indro Warkop.

lukman hakim belajar toleransi kepada Djaduk  brilio.net

foto: brilio.net/Faris Faizul Aziz

Pada prosesi misa dan pemakaman, hadir sejumlah tokoh besar seperti Cak Lontong, Syaharani, Gitaris Gigi Dewa Budjana dan Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Lukman hadir dengan mengenakan setelan kemeja hitam, celana cokelat serta kacamata dan sepatu pantofel. Ia disambut oleh seniman besar Butet Kartaredjasa yang juga merupakan kakak kandung almarhum Djaduk Ferianto.

Dalam kesempatan tersebut, Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan pidato terakhir sebelum almarhum dimakamkan.

lukman hakim belajar toleransi kepada Djaduk  brilio.net

foto: brilio.net/Faris Faizul Aziz

Lukman Hakim mengatakan bahwa Almarhum Djaduk Ferianto adalah sosok guru baginya. Ia mengaku belajar makna toleransi dari almarhum.

"Saya belajar makna toleransi dalam menjalani kehidupan. Saya teringat, tahun 2012 kalau tidak salah di Kota Malang pada pagelaran peringatan Almarhum Munir, bersama Kuaetnika Mas Djaduk ingin tampil di tempat pagelaran berlangsung berkumandang sebuah pujian-pujian dari masjid menjelang azan salat zuhur," kata Lukman Hakim Saifuddin.

"Lalu kemudian sesaat Mas Djaduk menghentikan (penampilannya). Saya ingat ketika itu Wali Kota Batu meminta untuk Mas Djaduk lanjut, lalu saya juga memberikan dorongan yang sama. Tapi Mas Djaduk mengatakan tidak. Mas Djaduk merasa tidak sampai hati kalau dirinya harus tetap melanjutkan bermain musik seakan-akan menyaingi suara yang datang dari masjid," sambungnya.  

Pidato terakhir tersebut diakhiri dengan doa Lukman Hakim Saifuddin kepada Djaduk Ferianto. Ia mendoakan agar almarhum tenang dan tentram di surga.

"Itulah salah satu toleransi dari ajaran dari almarhum. Marilah kita antar kepulangan, kita doakan Mas Djaduk bisa istirahat dengan tenang dan tentram di surga," Lukman Hakim Saifuddin menutup pidatonya dengan salam.