Brilio.net - Sobat Brilio yang berada di perkotaan maupun perdesaan mungkin nggak terlalu sulit ketika membutuhkan fasilitas rumah sakit. Tapi bagaimana dengan mereka yang berada di wilayah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (3T)? Mereka seringkali kesulitan. Mungkin saja fasilitas kesehatan yang ada cukup memadai, namun tenaga medisnya tidak tersedia. Malah tak jarang kondisi sebaliknya kerap terjadi.

Berdasarkan data National Research of Health Facilities 2017 di Papua dan Maluku dengan jumlah penduduk 7,3 juta, satu orang dokter harus menangani 4.000 pasien. Sedangkan satu orang dokter di Jakarta yang berpenduduk mencapai 10,5 juta menangani 350 pasien. Ditambah lagi, buruknya akses transportasi menjadi kendala berlapis saat masyarakat hendak menjangkau bantuan kesehatan.

Padahal, kesehatan menjadi modal utama sebagian besar masyarakat di daerah terpencil untuk melanjutkan hidup. Bertani, berkebun, beternak, dan mencari ikan menjadi jenis pekerjaan masyarakat di daerah terpencil yang menuntut kondisi kesehatan prima.

“Masalah kesehatan menjadi kendala besar karena jika tidak bisa bekerja maka tidak ada penghasilan pada hari itu. Seluruh anggota keluarga jadi taruhannya,” ucap Pendiri Yayasan Dokter Peduli, dr Lie Dharmawan dalam keterangan resminya kepada Brilio.net.

Rumah Sakit Apung © 2019 brilio.net

Atas latar belakang tersebut dr Lie dan tim Yayasan Dokter Peduli atau doctorSHARE akhirnya memutuskan fokus memberikan pelayanan di bidang kesehatan secara gratis bagi masyarakat di wilayah terpencil Indonesia. Pelayanan medis yang dilakukan doctorSHARE dengan sistem “jemput bola” di mana tim medis datang langsung ke lokasi masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan.

Selama perjalanan 10 tahun sejak berdiri pada 19 November 2009, doctorSHARE telah melakukan 3.291 operasi mayor, 5.538 operasi minor, 2.464 perawatan gigi, 58.859 pelayanan rawat jalan dan konsultasi, penyuluhan kesehatan kepada 11.856 warga, serta 2.227 USG pemeriksaan kandungan.

“Layanan kesehatan tersebut diberikan melalui beberapa program diantaranya Rumah Sakit Apung (RSA), Dokter Terbang, Klinik Tuberkulosis, dan Panti Rawat Gizi (PRG). Khusus RSA sejauh ini telah berkembang menjadi tiga unit,” lanjut dr Lie.

Sementara RSA Nusa Waluya II menjadi program layanan kesehatan terbaru dari doctorSHARE. Rumah sakit yang berdiri di atas sebuah tongkang (barge) ini dirilis pada November 2018. Pelayanan yang diberikan setara rumah sakit tipe C di darat dan memiliki jangka waktu pelayanan yang lebih lama di wilayah kepulauan.

Sebelum berlayar ke Jakarta, RSA Nusa Waluya II berlabuh di Pelabuhan Pantoloan, Kota Palu pada 16 November 2018 hingga 15 Februari 2019. Tim relawan bersama RSA Nusa Waluya II membantu pemulihan pasca-bencana yang melanda Sulawesi Tengah. Rusaknya sejumlah fasilitas kesehatan akibat bencana membuat masyarakat kesulitan saat membutuhkan layanan kesehatan.

Rumah Sakit Apung © 2019 brilio.net

“Selama di Palu, kami memberikan layanan pengobatan umum, bedah mayor, bedah minor, poli gigi, poli kandungan, trauma healing, dan pemberdayaan tenaga kesehatan lokal dengan total pasien mencapai 9.938 jiwa,” ujar Koordinator RSA Nusa Waluya II, dr Stephanie.

Menginjak usia 10 tahun, doctorSHARE memberi kesempatan kepada masyarakat untuk melihat langsung berbagai fasilitas di RSA Nusa Waluya II dalam Hospital Barge Tour. Masyarakat akan diajak berkeliling dan merasakan bagaimana melayani masyarakat di RSA. Hospital Barge Tour bertempat di Baywalk Mall @Green Bay Pluit dan dibuka untuk umum pada 23 November–1 Desember 2019. Nah untuk masyarakat yang berminat mengikuti acara ini bisa registrasi di sini.

“Saya berterima kasih kepada seluruh relawan, donatur, dan masyarakat yang mendukung hingga program kemanusiaan ini terus berjalan. Selama sepuluh tahun pelayanan, doctorSHARE belum sepenuhnya bisa menjangkau pelosok-pelosok negeri. Saya berharap dukungan demi dukungan terus berdatangan agar doctorSHARE bisa terus melayani masyarakat di Indonesia,” kata dr Lie.

Dukungan masyarakat yang dapat diberikan pada doctorSHARE adalah melalui donasi baik berupa pendanaan maupun keperluan medis, menjadi relawan, hingga membentuk jaringan kemitraan. Dukungan yang diberikan sepenuhnya akan digunakan untuk melayani masyarakat yang kesulitan dalam mengakses kesehatan.